Tugu Bagi Suku Batak

Senin, 20 Juni 2011

Tugu dalam Agama Batak

Pandangan Suku Batak Pembangunan Tugu
Pembangunan tugu sungguh tidak asing di kalangan masyarakat Batak, dan banyak pihak telah mencoba mendefinisikan dan mengartikan pembangunan tugu dengan menganalisis serta mengartikan hal-hal yang melatar belakangi, hal-hal yang memotivasi, serta tujuan yang diharapkan dari usaha pembangunan tugu.
banyak pendapat yang pro dan kontra tentang pembangunan tugu, tentu hal itu disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan motivasi serta tujuan dari pembangunan tugu itu sendiri. sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa perubahan dan pergeseran nilai-nilai agama maupun nilai-nilai budaya.

Istilah tugu sendiri sama dengan monument (momentum/monere) yaitu suatu peringatan atau memorial yang bisa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting dalam sejarah atau menghidupan serta memelihara peringatan kepada seseorang yang sudah meninggal.
Dikalangan orang Batak, istilah tugu atau momument tidak ada, tetapi pengertian tugu dalam bahasa Batak yaitu suman atau sumansuman. Sumansuman ini diperbuat dari batu yang dipahat atau yang digana dan harus ada sumannya atau miripnya dengan nenek moyang yang dimaksud.

Lothar Schrainer mengatakan bahwa pembangunan tugu di tanah Batak sekitar tahun 50-an di mana ditahbiskan Mousoleum (Kuburan Mewah) yang mengah bagi raja/datu yang terakhir, Sisingamangaraja XII. Bangunan makam itu berisi tulang-benulang raja/datu. Suku Batak dengan kesadarannya segera mengganggap Mousoleum sebagai tempat kudus nasional. Hal senada dikatakan oleh A.A. Sitompul, bahwa pembangunan tugu berdiri di Sumatera Utara pada tahun 50-an yang makin bertambah. Pada tugu-tugu dicantumkan nama ompu parsadaan dan semua bapak leluhur dan mungkin tulang-tulangnya didasar tugu tersebut. tidak semua seperti yang terbuat di atas bahwa tugu menjadi tempat penyimpanan tulang benulang. Namun demikian, pengaruh tulang itu sebagai jejak penghubung pemujaan bagi nenek moyang di samping pembangunan tambak. Amudi Pasaribu juga mengatakan bahwa, sebelum perang dunia II, hampit tidak ada tugu di tanah Batak. Yang ada hanyalah kuburang-kuburang yang ditinggikan dengan semen berbentuk manusia atau berbentuk lain lain dibangun diatas kuburan yang sudah ditinggikan. Sesudah kemerdekaan negara kita, tugu-tugu kemerdekaan di bangun dimana-mana, seperti tugu Sisingamangaraja di Tarutung. pembangunan tersebut memberi inspirasi kepada orang-orang Batak untuk membangun tugu nenek moyang di luar peninggian kuburan.

Ada banyak hal yang melatar belakangi orang Batak melakukan pembangunan tugu:
* Keinginan untuk mengangkat status sosial, pribadi, keluarga dikampung halaman. Hal ini dikarenakan kemampuan dibidang materi yang dianggap sudah mapan. dalam hal ini unsur toal muncul (persaingan congkak)
Di kalangan orang Batak sendiri ada suatu pemikiran bahwa keberhasilan selama ini atas berkat atau pasu-pasu arwah/ sumangot dari nenek moyang, sehingga timbullah keinginan untuk menggali tulang benulang nenek moyang dan memasukkannya ke dalam tugu dengan mengadakan pesta yang meriah.

* Identitas (Pemersatu Marga)
Pendukung pembangunan tugu adalah kelompok marga yang disebut saompu, yang mempunyai nenek, datuk bersama tetapi juga satu marga kecil. Nenek moyang asali dinamai ompu parsadaan. Prakarsa ini timbul karena melihat bahwa di tengah-tengah masyarakat kota besar orang tidak lagi dibedakan menurut suku bangsa atau menurut kehidupan mereka di kalangan suku bangsa itu, dan hal ini menimbulkan kebutuhan untuk memastikan identitas sendiri. Oleh karena itu, kelompok saompu melalui pembangunan tugu dengan pengaturan suatu pesta penggalian tulang benulang mencoba melawan berseraknya dan runtuhnya persekutuan itu. Di samping sebagai lambang identitas marga, pembangunan tugu dapat menyelesaikan persengketaan yang bersaudara. pemikiran ini biasanya diungkapkan oleh seorang penengah.

* Kepercayaan orang Batak (khususnya Toba) tentang manusia bahwa manusia itu terdiri dari tubuh (daging) atau sibuk, nafas (hosa) dan roh (tondi). Jika manusia itu meninggal dunia, maka tubuhnya kembali kepada tanah, nafas (hosa) kembali kepada angin (alogo) dan roh (tondi) menjadi begu (arwah, begu, dll). Begu orang yang meninggal bagi orang Batak mempunyai tingkat sesuai dengan umur dan kedudukan sosial pada masa hidupnya. Begu dari orang tua yang sudak banyak keturunan menjadi sumangot ataupun sombaon. somangot ataupun sombaon ini mempunyai kuasa untuk mengutuk dan memberkati keturunannya yang masih hidup. Di dorong oleh keyakinan inilah maka orang Batak Toba untuk meninggikan makan orangtuanya sebagai pernyataan kehormatan tertinggi seperti mendirikana tambak, batu napir dan tugu.
Dalam pengalaman religi suku Batak Toba tradisional seelain tentang konsep tondi yakni sahala, begu sumangot dan sombaon, A.B. Sinaga melihat sahala itu sebagai pelaksanaan, atau pengesahan dari daya dan kekuatan tondi. sahala adalah perwujudan dari kuasa tondi. Orang-orang menjalankan sahala akan memperoleh penghormatan dan penghargaan dari orang yang menerima sahala. sedangkan sumangot merupakan sebutan untuk status begu yang lebih tinggi dari tingkat begu. dengan kata lain, sumangot adalah juga begu tetapi lebih tinggi statusnya. roh leluhur ini ingin di hormati dengan sesajen (sombaon), agar terus bergiat memajukan kesejahteraan keturunannya, tetapi jika sumangot ini dilalaikan, bencana akan menimpa keturunannya.
Maka jelaslah bahwa pembangunan tugu nenek moyang dilatar belakangi oleh roh nenek moyang yang sudah meninggal. jika di hormati dengan cara apapun baik dengan pembangunan tugu, akan memberikan berkat kepada keturunannya dan sebaliknya jika di abaikan akan mendatangkan bencana kepada keturunannya. dengan demikian bahwa pembangunan tugu menyangkut kepada dewata nenek moyang karena nenek moyang dianggap sebagai illahi, sehingga perlu penghormatan.

Pandangan Alkitab

Dalam Perjanjian Lama istilah Tugu terdapat 6 kali dan pada umumnya didirikan sebagai pertanda, misalnya: Yakub membangun tugu di Behtel. Dia mengatakan bahwa Tuhan hadir di tempat itu dan itu dianggap tempat yang dasyat (bnd. Kej. 28: 18). Juga dalam Kej. 31: 45ff, Yakub membuat tugu sebagai pertanda bahwa ia membuat perjanjian dan tugu itulah sebagai saksi. Ketika Yakub bertemu dengan Allah di Bethel, dia membuat tugu batu. Di sanalah dia mempersembahkan kurban curahan dan menuangkan minyak di atasnya (bnd. Kej. 35:14). Kita juga dapat melihat dalam Kej. 34:13; 2 Sam.18:18; Kel 34:13, ditekankan bahwa tugu-tugu berhala harus di temukkan. Jelaslah bahwa hal ini tidak di kehendaki oleh Allah dan penyembahan terhadap patung berhala bertentangan dengan hukum Allah (bnd. Kel. 20:4-6; Im. 26:1)
Dalam Perjanjian Baru istilah tugu hanya 1 kali dimana Yesus mengatakan celakalah kamu hai ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi, hai kamu orang-orang munafik sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan pemberindah tugu orang-orang saleh (Mat. 23:29).
Dari uraian di atas, pandangan Alkitab terhadap pembangunan tugu bukan untuk menghormati nenek moyang, melaikan sebagai peringatan atas kebesaran dan keagungan Allah yang senantiasa melindungi, membimbing, membebaskan bangsa-Nya.

Selasa, 17 Mei 2011

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

 Pesta Jubileum 150 Tahun HKBP merupakan pesta yang sangat akbar bagi HKBP. Pesta ini merupakan pesta untuk mensyukuri berkat Tuhan yang di rasakan oleh HKBP, di mana HKBP mencapai usia 150 Tahun. sebuah perjalan Sejarah yang begitu panjang, begitu banyak lika-liku yang di hadapi, begitu banyak masalah yang di hadapi, namun semua itu membuat HKBP semakin, matang, mantap dalam menata kehidupan berjemaat, semakin matang menata kehidupan bernegara dan semakin yakin untuk melangkahkan kita ke depan. Semua itu hanya karena Tuhan yang telah menemani HKBP dalam menata kehidupannya. Untuk mensyukuri hal itu, HKBP mengadakan berbagai kegiatan mulai dari tirket Huria, Ressort, Distrik dan juga tingkat Nasional.

Untuk menyukseskan program HKBP melalui panitia pelaksana Pesta Jubileum HKBP pusat, salah satu huria yang berada di bawah naungan Ressort Cinta Dame mengadakan Pesta Jubileum 150 Tahun HKBP. Pesta itu berlangsung dengan meriah dan benar-benar menjadi tahun pembebasan bagi warga jemaat.
Setelah lama mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta 150 tahun HKBP, tepatnya tgl 1 Mei 2011 yang lalu. salah satu Huria dari HKBP Ressort Cinta Dame mengadakan Pesta 150 tahun HKBP. pesta yang berlangsung dengan meriah namun sederhana itu namun terlihat keakraban di semua kategorial. dan untuk sesaat, semua melupakan segala lelah di dalam keseharian, dan yang pasti semua bersukaria dan mensyukuri berkat yang Tuhan berikan yang di wujud nyatakan dalam pesta Parolopolophon 150 taon HKBP.  kebahagiaan itu terlihat dari antusias warga jemaat mengikuti setiap kegiatan yang diprogramkan oleh panitia Jubileum 150 tahun HKBP, baik kategorial Sikkola Minggu, Naposo, Ina dan juga kategorial Ama.
Sebelum Pesta dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan ibadah Minggu, sebagaimana mestinya dan bukan kebetulan, Pesta Jubileum memang segaja di laksanakan pada hari minggu. Setelah acara ibadah dilakukan, dilasanakanlah semua kegiatan yang untuk memeriahkan Pesta Jubileum. acara di bagi atas beberapa bagian:
1. Kegiatan yang berhubungan dengan Kerohanian; seperti: Cerdas Cermat Alkitab; Berpacu dalam Buku Ende, dll.
2. Kegiatan Olah raga: seperti: Lomba lari Goni; Lomba Makan Kerupuk, dll.
3. Tari-tarian dan Tor-tor.
4. Makan bersama
Di semua kegiatan yang dilaksanakan, di atur sesederhana mungkin namun tidak menghilangkan kesan kemeriahan. hal ini dilakukan untuk menghibur setiap anggota jemaat agar lebih bisa menikmati setiap acara dan dapat merasakan betapa Tuhan yang senantiasa menemani dalam setiap aktivitas anggota jemaat.

sekedar mengulas kehidupan keseharian jemaat ini.
dalam keseharian, jemaat ini menghabiskan waktunya di sawah dan sawah merupakan mata pencaharian utama dan mayoritas jemaat bertahan hidup hanya dari pertanian khususnya bertani padi, dengan sistem panen 3 kali dalam 2 tahun.
setiap pagi mereka harus berangkat ke sawah dan pulang sudah hampir malam dan hari-hari mereka hanya habis di sawah. pulang dengan wajah yang lesu tanpa semangat. ini merupakan rutinitas yang mereka jalani. walau demikian, suasana pedesaan masih sangat kental di antara mereka. mereka saling berbagi baik di sawah maupun di kampung, saling membantu dan saling menopang. walapun demikian, mereka jarang saling bercanda ria yang di sebabkan oleh aktivitas yang terus menuntut, di tambah 3 musim mereka gagal panen. Namun hal itu tidak terlihat dalam pesta Jubileum 150 tahun HKBP. Mereka berbahagia, menumpahkan semua lelah dan beban yang menimpa selama ini. Pesta ini benar-benar menghibur warga Jemaat yang lelah oleh aktivitas sehari, melupakan gagal panen yang menimpa mereka selama 3 musim. lihatlah Senyum mereka dalam manortor, lihatlah kebahagiaan mereka dalam bernyanyi!
inilah kaum ibu, yang sedang manortor dalam rangka memeriahkan pesta. kaum Ibu yang begitu antisias mengikuti setiap acara, kaum ibu yang begitu semangat melakukan setiap kegiatan, kaum ibu yang manortor dengan gemulai. benar-benar ikut menyukseskan pesta Jubileum. anak Sikkola minggu aja ikut bersenang-senang, ikut memeriahkan pesta Jubileum. bukan hanya itu semua aspek ikut terlibat memeriahkan pesta.
Naposo yang sedang beristirahat, setelah lelah Mengikuti setiap kegiatan
 (walau lelah marhobas tapi senyum dong Pak)
Acara Makan Bersama

Semangatnya para Ibu-ibu Manortor


 Demikianlah Ulasan singkat Pesta Jubileum 150 Tahun HKBP